Minggu, 14 September 2014

cerpen



Tak Sama Seperti Mereka
Oleh:Resti Febriana

Cinta,pastinya semua orang pernah merasakannya. Entah dimasa yang lampau, saat ini atau entah kapan lagi. Mungkin awalnya aku tak tahu apa arti dari cinta itu sendiri, aku mencoba bertanya pada diriku, bagaimana manusia bisa merasakan jatuh cinta, sebenarnya hal apakah itu?. Saat semuanya telah berlalu, mungkin aku baru menyadari apa yang dinamakan cinta itu, sesuatu yang memang harus ku definisikan sendiri, sebab tak ada rumus dan penjelasan yang mampu membuatku mengerti arti dari cinta itu sendiri. Banyak buku yang telah aku baca, namun tak satupun yang dapat aku mengerti dari itu semua. Sampai suatu ketika aku berfikir, mungkin pengalaman lah yang akan mengajarkan ku tentang arti cinta itu sendiri.
Dan inilah perjalanan hidupku yang kumulai dari deretan toko yang tak jauh dari tempat tinggalku. Disana, disalah satu tempat biasa aku merenung untuk sekedar membaca buku favofitku, “Sepi Café” itulah tempatnya, tak seperti namanya café ini cukup ramai pembeli setiap harinya, termasuk aku, tapi hanya pada hari sabtu saja aku berada di tempat ini. Tempatnya nyaman, klasik dan jauh dari kata modern, hal itulah yang aku suka dari tempat ini, aku menjadi salah satu pengunjung tetap di café ini, sampai pemiliknya pun hafal wajahku, karena memang setiap minggunya aku ada, selalu duduk di tempat yang sama, disudut café yang menunjukkan kesendirian ku, dan selalu memesan menu yang sama, coklat panas dan nasi goreng. Mungkin itu hal yang biasa bagi yang memang terbiasa melihat pesanan ku, namun akan beda ceritanya jika yang melayaniku adalah pegawai baru, pasti merasa heran dengan menu pasanan ku karena mungkin kedua menu tersebut tak cocok bila dipadukan dengan tipe menu yang berbeda, namun itu menu favoritku.
Tak kusadari ada sosok laki-laki yang selalu memperhatikanku. Dia juga sering datang ke café ini setiap sabtunya meski tak seintensif aku, masih ku ingat jelas, pada hari sabtu di awal bulan januari, saat itu hujan lebat sehingga aku tidak bisa segera pulang setelah menghabiskan pesanan ku, jadi aku melanjutkan membaca buku favoritku “Detective Conan” yaa,,, memang aku menyukai tokoh ini, karena di setiap cerita selalu membuatku berfikir untuk ikut memecahkan misteri yang ada. Tiba-tiba ada laki-laki yang menghampiri meja ku, “maaf boleh duduk di sini?” dia bertanya padaku. “oh.. iya silahkan.” Jawabku singkat sembari melanjutkan membacaku. “suka sama conan ya?” dia bertanya lagi,”iya..”jawab ku. “saya juga suka sama conan” dia memulai pembicaraan, “oh.. benarkah?” sambutku dengan baik. Ya cukup lama kami berbincang tentang detective conan, tak terasa hujan pun reda, waktu itu sekitar pukul delapan malam, aku segera bergegas pulang, namun saat aku barada di pintu keluar dia menghampiri ku dengan tergesa-gesa dan bilang “maaf kita belum kenalan, aku kiki”. “oh.. iya aku rere” jawabku singkat dan segera keluar dari café. “minggu depan kesini lagi kan?”Tanya nya penuh antusias. ”selalu..” jawabku sembari tersenyum meninggalkan dia. Itulah awal pertemuan kami. Sebuah pertemuan yang mungkin tak kuharapkan dikemudian hari.
Pada minggu depannya seperti biasa aku datang ke Sepi café, setelah memesan menu aku duduk di tempat biasa, sembari menunggu pesanan datang aku membaca kelanjutan dari komik Detective Conan ku. Saat sedang serius membaca, tiba-tiba ada yang mendatangi ku dan mengaketkan ku “Hai….!, serius amat kalo baca?” dia memulai pembicaraan, segera aku tersentak dan menghadap kearahnya, tenyata dia kiki, laki-laki yang berkenalan denganku seminggu yang lalu. Dan dengan santainya dia langsung duduk di meja ku, aku sempat iseng sih meski sebenarnya aku merasa kurang nyaman dengan keberadaannya di mejaku,”siapa suruh duduk sini?” Tanya ku lugas. “gak ada yang nglarang kan kalo aku duduk sini? Toh ini juga tempat umum kan?” jawabnya dengan santai. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan membaca ku. Mungkin terlihat jahat, ya memang begitulah aku, “beneran aku gak boleh duduk sini?” Tanya nya lagi. “boleh… kan tempat umum” jawabku singkat. Dia langsung terdiam dan agak celingukan. Aku sempat tertawa dalam hati karena melihat ekspresi wajahnya yang langsung berubah dari agak bersiakp manis langsung berubah malu ketika mendangar perkataanku. “bercanda kok.” Sahutku. Dan  dia hanya tersenyum.
Tak lama pesanan ku datang, kiki merasa bingung dengan pesananku, nasi goreng dengan coklat panas. Kemudian dia menanyakan padaku, “nasi goreng sama coklat panas? Emang meraka cocok?” tanyanya dengan heran. “mungkin mereka menu yang berbeda jenis, tapi bagiku ada rasa tersendiri yang menurutku unik, karena kedua jenis makanan ini kesukaan ku. Meski mereka berbeda gak ada salahnya kan mereka disatuin?” Aku mencoba menjelaskan. “suka coklat dan nasi goreng?” tanyanya untuk memperjelas. “yap..!” jawabku singkat sambil menyantap nasi goreng.”kamu gak pesen?” Tanya ku.”iya, aku pesen kok, nasi goreng sama jeruk hangat.” jawabnya. Tak lama pesanan kiki datang, kami menyantap makanan kami, dan sedikit berbincang. Ternyata kiki juga sering ke tempat ini, namun tak seintensif aku. Ternyata dia sering memperharikan aku ketika berada disini, katanya aku seperti orang yang super jutek, karena selalu menyendiri dan tidak memperdulikan sekitarku. Dalam hati aku bergumam,”waduh.. ternyata ni orang udah merhatiin, truss kok malah berani nyamperin.”.dia bercerita, saat sebelum mengahampiriku minggu lalu dia sempat bertanya terlebih dahulu dengan manager café ini, ternyata manager menceritakan bahwa sebenarnya aku orang yang cukup ramah, hanya saja aku memang terlihat jutek dan pemarah. “wahh… iseng juga ni orang.” Gumamku dalam hati. Cukup lama kami berbincang dan makanan kami sudah habis. Tak lama aku pulang karena sudah pukul tujuh malam jika tidak segera puang pasti kena marah.
Ya aku mulai mengakrabkan diri pada minggu-minggu berikutnya. Seperti biasa setiap sabtu sore kami selalu datang ke tempat ini, duduk di tempat yang sama, memesan makan dan membicarakan banyak hal, begitu berulang ulang. Minggu telah berganti, tak terasa sudah satu tahun kami mulai mengenal satu sama lain, mulai dari apa yang disukai, mengapa tidak menyukai itu, lebih memilih yang mana, bagaimana menghadapi itu dan banyak lagi. Semuanya berjalan begitu saja, berlangsung secara alami dan tanpa ada paksaan untuk mengalaminya. Sampai suatu ketika aku merasakan sesuatu “apakah aku jatuh cinta?”, namun aku mencoba menampiknya sebab ada sesuatu yang masih membuatku ganjal. Masalahnya dimulai pada saat kami mengetahui parbedaan kami, ya.. kami memang memiliki kesamaan namun kami juga memiliki perbedaan. Meski perbedaan bisa menghasilkan hal yang menarik seperti nasi goreng dan coklat panas, tetapi hal tersebut belum tentu sama dengan perbedaan yang kami miliki. Yaa.. begitulah kami berbeda keyakinan. Rasanya serba salah saat berada pada situasi ini.. namun inilah kenyataan yang terjadi tak bisa ditarik lagi. Aku sudah terlanjur berada dalam pintu ini, lantas bagaimana aku harus bertindak?. Hatiku terus saja bergejolak, entah apa yang harus aku lakukan, berhenti, menyesal atau aku harus melangkah? Pernyataan-pernyataan itu terus melayang di benak ku. Semua terasa berhenti pada satu titik, dimana aku merasa bingung dengan semua yang terjadi kepadaku. Ternyata kiki juga merasakan hal yang sama, dia menceritakan kepadaku. Kemudian dia mengatakan sesuatu “ re? apa benar kamu suka sama aku? Tolong jawab jujur!”, Tanya nya penuh keseriusan. “aku bingung harus jawab iya atau tidak, mengingat….”. “jangan pikirkan itu dulu! Pikirin masalah hati dulu!” dia menyelaku. “iya.. aku suka sama kamu, trus kamunya?” aku berbalik menanyainya. “sudah jelas! Kalo aku suka sama kamu! Bahkan sebelum aku mengenal kamu!” jawabnya tegas. Ya kami menyadari jika kami saling memiliki perasaan yang sama.
Pada minggu berikutnya kami bertemu kembali, dan tetap membicarakan apa yang harus kami lakukan untuk keluar dari keadaan kami. Sempat terbesit dalam benak kami untuk saling menjauh, dan kami sepakat. Kami mencobanya barang kali keadaan akan membaik. Sekitar satu bulan kami tidak bertemu, namun tak sedikitpun merubah keadaan, justru rasa yang kami miliki semakin bertambah. Dan kiki pun mendatangi aku lagi di café itu. Sejenak kami mencoba tidak memikirkan apa yang menjadi permasalahan kami, sampai kami memiliki pemikiran untuk mencoba menjalani sebuah hubungan tanpa memikirkan perbedaan yang kami miliki. Mencoba menggabungkan nasi goreng dengan coklat panas, apakah sama rasanya saat perbedaan keyakinan itu disatukan.
 Sejak saat itu kami memulai jalan cerita kami. Awalnya terasa agak aneh memang, karena kami juga sempat bingung bagaimana kami harus menyikapi satu sama lain. Meski sudah kenal cukup lama, namun ada sesuatu yang sedikit mengganjal, lama-kelamaan kami sudah terbiasa. Semua berjalan kembali normal seperti semula. Canda tawa kami lalui bersama, ada kalanya saat sedih melanda, kami juga melaluinya bersama. Semua terasa indah dengan semua yang kami jalani, saling berbagi rasa dan kasih sayang membuat kami mampu ditengah perbedaan yang begitu berat. Aku dan dia sangat menikmati keadaan kami saat ini. Semoga saja apa ynag kami alami ini bisa terus berlanjut sampai nanti. Tak terasa empat tahun sudah kami menjalani hubungan ini, rasanya tak mungkin menjalai sebuah hubungan dengan perbedaan yang kami miliki. Namun, inilaj kami menjalani keadaan ini dengan kekurangan dan cara kami sendiri. Menikmati perbedaan kami dan tetap menjadi pribadi kami masing-masing. Semua terasa begitu sempurna saat kami tidak menghiraukan apa yang menjadi titik perpecahan, karena kami sadar saat kami sendiri kami takkan mampu menghadapi dunia, naum ketika kami berdua ada jurang pemisah di antara kami yang takkan ada ujungnya.
Sampai pada saat ini, pikiran-pikiran tentang perbedaan kami pun terus terbayang di benakku. Ada rasa yang menggangguku, rasa cemas, takut, sedih, menyesal atau apalh itu. Aku tak mampu menguraikannya. Ternyata kiki juga merasakan hal yang sama, dan kami tak tahu harus bagaimana. Mungkin inilah puncak dari perjuangan kami. Apakah hubungan ini akan terus berlanjut atau harus berhenti sampai disini. Sebab saat ini kami harus memutuskan bagaimana masa depan kami. Jika memang kami ingin terus bersama maka di antara kami harus ada yang menagalah, jika tidak ada yang mau mengalah, yaa… kami harus berpisah. Atau mungkin memang kami harus berpisah, tak ada yang mengalah tetang masalah ini, sebab ini masalah keyakinan yang akan kami bawa sampai mati kelak bukan hanya sekedar prinsip yang bias di ubah saat kami ingin merubahnya. Perdebatan antara kami kian memuncak, karena kami memang harus memutuskannya. Di sisi lain kami sudah merasa sangat nyaman, namun disisi lain ada hal yang sangat mengganjal hubungan ini. Rasanya tak sanggup jika harus berpisah dengan dia, karena dia banyak member arti dalam hidupku. Namun aku harus tegar menghadapi keputusan ini, sebaga pelajaran hidupku yang amat berharga. Aku pun tak tahu harus bebuat apa.
Sejak kami mulai mempermasalahkan kembali perbedaan itu pikiranku menjadi tak karuan, rasanya tak sama dengan menu yang selalu aku pesan. Tiga bulan ynag lalu kiki pergi keluar kota, mulai melanjutkan studinya lagi. Aku hampir tak pernah berkomunikasi lagi dengan dia. Bahkan aku pun tak tahu bagaimana dia sekarang. Aku kembali menyimpulkan, “apakah ini salah satu jawaban, aku harus berhenti sampai disini”.namun hatikecilku terus bergejolak mengajakku untuk terus menunggunya, menunggu sebuah jawaban yang pasti dari bibirnya, mungkin terdengar bodoh sekali, jelas-jelas kami memiliki sebuah perbedaan namun tetap saja aku menunggunya. Entah sampai kapan aku akan menunggu jawaban darinya, aku pun tak tahu itu, meski jawaban itu adalah jawaban yang mengharuskan aku untuk berhenti mencintainya. Namun ada pelajaran besar yang aku dapat dari perjalanan ku ini. “saat orang lain harus terpisah dengan perbedaan prinsip dan kasta yang mereka miliki, mungkin kelak kami harus terpisah kerena perbedaan agama”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar