Tak Sama Seperti Mereka
Oleh:Resti Febriana
Cinta,pastinya
semua orang pernah merasakannya. Entah dimasa yang lampau, saat ini atau entah
kapan lagi. Mungkin awalnya aku tak tahu apa arti dari cinta itu sendiri, aku
mencoba bertanya pada diriku, bagaimana manusia bisa merasakan jatuh cinta,
sebenarnya hal apakah itu?. Saat semuanya telah berlalu, mungkin aku baru
menyadari apa yang dinamakan cinta itu, sesuatu yang memang harus ku
definisikan sendiri, sebab tak ada rumus dan penjelasan yang mampu membuatku
mengerti arti dari cinta itu sendiri. Banyak buku yang telah aku baca, namun
tak satupun yang dapat aku mengerti dari itu semua. Sampai suatu ketika aku
berfikir, mungkin pengalaman lah yang akan mengajarkan ku tentang arti cinta
itu sendiri.
Dan
inilah perjalanan hidupku yang kumulai dari deretan toko yang tak jauh dari
tempat tinggalku. Disana, disalah satu tempat biasa aku merenung untuk sekedar
membaca buku favofitku, “Sepi Café” itulah tempatnya, tak seperti namanya café
ini cukup ramai pembeli setiap harinya, termasuk aku, tapi hanya pada hari
sabtu saja aku berada di tempat ini. Tempatnya nyaman, klasik dan jauh dari
kata modern, hal itulah yang aku suka dari tempat ini, aku menjadi salah satu
pengunjung tetap di café ini, sampai pemiliknya pun hafal wajahku, karena
memang setiap minggunya aku ada, selalu duduk di tempat yang sama, disudut café
yang menunjukkan kesendirian ku, dan selalu memesan menu yang sama, coklat
panas dan nasi goreng. Mungkin itu hal yang biasa bagi yang memang terbiasa
melihat pesanan ku, namun akan beda ceritanya jika yang melayaniku adalah
pegawai baru, pasti merasa heran dengan menu pasanan ku karena mungkin kedua
menu tersebut tak cocok bila dipadukan dengan tipe menu yang berbeda, namun itu
menu favoritku.
Tak
kusadari ada sosok laki-laki yang selalu memperhatikanku. Dia juga sering
datang ke café ini setiap sabtunya meski tak seintensif aku, masih ku ingat
jelas, pada hari sabtu di awal bulan januari, saat itu hujan lebat sehingga aku
tidak bisa segera pulang setelah menghabiskan pesanan ku, jadi aku melanjutkan
membaca buku favoritku “Detective Conan” yaa,,, memang aku menyukai tokoh ini,
karena di setiap cerita selalu membuatku berfikir untuk ikut memecahkan misteri
yang ada. Tiba-tiba ada laki-laki yang menghampiri meja ku, “maaf boleh duduk
di sini?” dia bertanya padaku. “oh.. iya silahkan.” Jawabku singkat sembari
melanjutkan membacaku. “suka sama conan ya?” dia bertanya lagi,”iya..”jawab ku.
“saya juga suka sama conan” dia memulai pembicaraan, “oh.. benarkah?” sambutku
dengan baik. Ya cukup lama kami berbincang tentang detective conan, tak terasa
hujan pun reda, waktu itu sekitar pukul delapan malam, aku segera bergegas
pulang, namun saat aku barada di pintu keluar dia menghampiri ku dengan
tergesa-gesa dan bilang “maaf kita belum kenalan, aku kiki”. “oh.. iya aku
rere” jawabku singkat dan segera keluar dari café. “minggu depan kesini lagi
kan?”Tanya nya penuh antusias. ”selalu..” jawabku sembari tersenyum
meninggalkan dia. Itulah awal pertemuan kami. Sebuah pertemuan yang mungkin tak
kuharapkan dikemudian hari.
Pada
minggu depannya seperti biasa aku datang ke Sepi café, setelah memesan menu aku
duduk di tempat biasa, sembari menunggu pesanan datang aku membaca kelanjutan
dari komik Detective Conan ku. Saat sedang serius membaca, tiba-tiba ada yang
mendatangi ku dan mengaketkan ku “Hai….!, serius amat kalo baca?” dia memulai
pembicaraan, segera aku tersentak dan menghadap kearahnya, tenyata dia kiki,
laki-laki yang berkenalan denganku seminggu yang lalu. Dan dengan santainya dia
langsung duduk di meja ku, aku sempat iseng sih meski sebenarnya aku merasa
kurang nyaman dengan keberadaannya di mejaku,”siapa suruh duduk sini?” Tanya ku
lugas. “gak ada yang nglarang kan kalo aku duduk sini? Toh ini juga tempat umum
kan?” jawabnya dengan santai. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan membaca ku.
Mungkin terlihat jahat, ya memang begitulah aku, “beneran aku gak boleh duduk
sini?” Tanya nya lagi. “boleh… kan tempat umum” jawabku singkat. Dia langsung
terdiam dan agak celingukan. Aku sempat tertawa dalam hati karena melihat
ekspresi wajahnya yang langsung berubah dari agak bersiakp manis langsung
berubah malu ketika mendangar perkataanku. “bercanda kok.” Sahutku. Dan dia hanya tersenyum.
Tak
lama pesanan ku datang, kiki merasa bingung dengan pesananku, nasi goreng
dengan coklat panas. Kemudian dia menanyakan padaku, “nasi goreng sama coklat
panas? Emang meraka cocok?” tanyanya dengan heran. “mungkin mereka menu yang
berbeda jenis, tapi bagiku ada rasa tersendiri yang menurutku unik, karena
kedua jenis makanan ini kesukaan ku. Meski mereka berbeda gak ada salahnya kan
mereka disatuin?” Aku mencoba menjelaskan. “suka coklat dan nasi goreng?”
tanyanya untuk memperjelas. “yap..!” jawabku singkat sambil menyantap nasi
goreng.”kamu gak pesen?” Tanya ku.”iya, aku pesen kok, nasi goreng sama jeruk
hangat.” jawabnya. Tak lama pesanan kiki datang, kami menyantap makanan kami,
dan sedikit berbincang. Ternyata kiki juga sering ke tempat ini, namun tak
seintensif aku. Ternyata dia sering memperharikan aku ketika berada disini,
katanya aku seperti orang yang super jutek, karena selalu menyendiri dan tidak
memperdulikan sekitarku. Dalam hati aku bergumam,”waduh.. ternyata ni orang
udah merhatiin, truss kok malah berani nyamperin.”.dia bercerita, saat sebelum
mengahampiriku minggu lalu dia sempat bertanya terlebih dahulu dengan manager
café ini, ternyata manager menceritakan bahwa sebenarnya aku orang yang cukup
ramah, hanya saja aku memang terlihat jutek dan pemarah. “wahh… iseng juga ni
orang.” Gumamku dalam hati. Cukup lama kami berbincang dan makanan kami sudah
habis. Tak lama aku pulang karena sudah pukul tujuh malam jika tidak segera
puang pasti kena marah.
Ya
aku mulai mengakrabkan diri pada minggu-minggu berikutnya. Seperti biasa setiap
sabtu sore kami selalu datang ke tempat ini, duduk di tempat yang sama, memesan
makan dan membicarakan banyak hal, begitu berulang ulang. Minggu telah
berganti, tak terasa sudah satu tahun kami mulai mengenal satu sama lain, mulai
dari apa yang disukai, mengapa tidak menyukai itu, lebih memilih yang mana,
bagaimana menghadapi itu dan banyak lagi. Semuanya berjalan begitu saja,
berlangsung secara alami dan tanpa ada paksaan untuk mengalaminya. Sampai suatu
ketika aku merasakan sesuatu “apakah aku jatuh cinta?”, namun aku mencoba
menampiknya sebab ada sesuatu yang masih membuatku ganjal. Masalahnya dimulai
pada saat kami mengetahui parbedaan kami, ya.. kami memang memiliki kesamaan
namun kami juga memiliki perbedaan. Meski perbedaan bisa menghasilkan hal yang
menarik seperti nasi goreng dan coklat panas, tetapi hal tersebut belum tentu
sama dengan perbedaan yang kami miliki. Yaa.. begitulah kami berbeda keyakinan.
Rasanya serba salah saat berada pada situasi ini.. namun inilah kenyataan yang
terjadi tak bisa ditarik lagi. Aku sudah terlanjur berada dalam pintu ini,
lantas bagaimana aku harus bertindak?. Hatiku terus saja bergejolak, entah apa
yang harus aku lakukan, berhenti, menyesal atau aku harus melangkah?
Pernyataan-pernyataan itu terus melayang di benak ku. Semua terasa berhenti
pada satu titik, dimana aku merasa bingung dengan semua yang terjadi kepadaku.
Ternyata kiki juga merasakan hal yang sama, dia menceritakan kepadaku. Kemudian
dia mengatakan sesuatu “ re? apa benar kamu suka sama aku? Tolong jawab
jujur!”, Tanya nya penuh keseriusan. “aku bingung harus jawab iya atau tidak,
mengingat….”. “jangan pikirkan itu dulu! Pikirin masalah hati dulu!” dia
menyelaku. “iya.. aku suka sama kamu, trus kamunya?” aku berbalik menanyainya.
“sudah jelas! Kalo aku suka sama kamu! Bahkan sebelum aku mengenal kamu!”
jawabnya tegas. Ya kami menyadari jika kami saling memiliki perasaan yang sama.
Pada
minggu berikutnya kami bertemu kembali, dan tetap membicarakan apa yang harus
kami lakukan untuk keluar dari keadaan kami. Sempat terbesit dalam benak kami
untuk saling menjauh, dan kami sepakat. Kami mencobanya barang kali keadaan
akan membaik. Sekitar satu bulan kami tidak bertemu, namun tak sedikitpun
merubah keadaan, justru rasa yang kami miliki semakin bertambah. Dan kiki pun
mendatangi aku lagi di café itu. Sejenak kami mencoba tidak memikirkan apa yang
menjadi permasalahan kami, sampai kami memiliki pemikiran untuk mencoba
menjalani sebuah hubungan tanpa memikirkan perbedaan yang kami miliki. Mencoba
menggabungkan nasi goreng dengan coklat panas, apakah sama rasanya saat
perbedaan keyakinan itu disatukan.
Sejak saat itu kami memulai jalan cerita kami.
Awalnya terasa agak aneh memang, karena kami juga sempat bingung bagaimana kami
harus menyikapi satu sama lain. Meski sudah kenal cukup lama, namun ada sesuatu
yang sedikit mengganjal, lama-kelamaan kami sudah terbiasa. Semua berjalan
kembali normal seperti semula. Canda tawa kami lalui bersama, ada kalanya saat
sedih melanda, kami juga melaluinya bersama. Semua terasa indah dengan semua
yang kami jalani, saling berbagi rasa dan kasih sayang membuat kami mampu
ditengah perbedaan yang begitu berat. Aku dan dia sangat menikmati keadaan kami
saat ini. Semoga saja apa ynag kami alami ini bisa terus berlanjut sampai
nanti. Tak terasa empat tahun sudah kami menjalani hubungan ini, rasanya tak
mungkin menjalai sebuah hubungan dengan perbedaan yang kami miliki. Namun,
inilaj kami menjalani keadaan ini dengan kekurangan dan cara kami sendiri.
Menikmati perbedaan kami dan tetap menjadi pribadi kami masing-masing. Semua
terasa begitu sempurna saat kami tidak menghiraukan apa yang menjadi titik
perpecahan, karena kami sadar saat kami sendiri kami takkan mampu menghadapi
dunia, naum ketika kami berdua ada jurang pemisah di antara kami yang takkan
ada ujungnya.
Sampai
pada saat ini, pikiran-pikiran tentang perbedaan kami pun terus terbayang di
benakku. Ada rasa yang menggangguku, rasa cemas, takut, sedih, menyesal atau
apalh itu. Aku tak mampu menguraikannya. Ternyata kiki juga merasakan hal yang
sama, dan kami tak tahu harus bagaimana. Mungkin inilah puncak dari perjuangan
kami. Apakah hubungan ini akan terus berlanjut atau harus berhenti sampai
disini. Sebab saat ini kami harus memutuskan bagaimana masa depan kami. Jika
memang kami ingin terus bersama maka di antara kami harus ada yang menagalah,
jika tidak ada yang mau mengalah, yaa… kami harus berpisah. Atau mungkin memang
kami harus berpisah, tak ada yang mengalah tetang masalah ini, sebab ini
masalah keyakinan yang akan kami bawa sampai mati kelak bukan hanya sekedar
prinsip yang bias di ubah saat kami ingin merubahnya. Perdebatan antara kami
kian memuncak, karena kami memang harus memutuskannya. Di sisi lain kami sudah
merasa sangat nyaman, namun disisi lain ada hal yang sangat mengganjal hubungan
ini. Rasanya tak sanggup jika harus berpisah dengan dia, karena dia banyak
member arti dalam hidupku. Namun aku harus tegar menghadapi keputusan ini,
sebaga pelajaran hidupku yang amat berharga. Aku pun tak tahu harus bebuat apa.
Sejak
kami mulai mempermasalahkan kembali perbedaan itu pikiranku menjadi tak karuan,
rasanya tak sama dengan menu yang selalu aku pesan. Tiga bulan ynag lalu kiki
pergi keluar kota, mulai melanjutkan studinya lagi. Aku hampir tak pernah
berkomunikasi lagi dengan dia. Bahkan aku pun tak tahu bagaimana dia sekarang.
Aku kembali menyimpulkan, “apakah ini salah satu jawaban, aku harus berhenti
sampai disini”.namun hatikecilku terus bergejolak mengajakku untuk terus
menunggunya, menunggu sebuah jawaban yang pasti dari bibirnya, mungkin terdengar
bodoh sekali, jelas-jelas kami memiliki sebuah perbedaan namun tetap saja aku
menunggunya. Entah sampai kapan aku akan menunggu jawaban darinya, aku pun tak
tahu itu, meski jawaban itu adalah jawaban yang mengharuskan aku untuk berhenti
mencintainya. Namun ada pelajaran besar yang aku dapat dari perjalanan ku ini.
“saat orang lain harus terpisah dengan perbedaan prinsip dan kasta yang mereka
miliki, mungkin kelak kami harus terpisah kerena perbedaan agama”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar